Ditemani Suami, Intip Gaya Busana Sri Mulyani ke Pasar Tradisional

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Menteri Keuangan Sri Mulyani berbelanja di Pasar Santa, Kebayoran, Jakarta. Instagram

Menteri Keuangan Sri Mulyani berbelanja di Pasar Santa, Kebayoran, Jakarta. Instagram

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati atau Sri Mulyani menunjukkan aktivitas belanja di Pasar Santa, Kebayoran, Jakarta Selatan, pada Senin, 14 Juni 2021. Melalui akun Instagram-nya, ia mengunggah beberapa foto dan video belanja sayur, buah, dan bumbu dapur ditemani suaminya, Tonny Sumartono.

Di foto itu, Sri tampil simpel dengan blus warna putih. Blus itu memiliki detail kerah bulat dan lengan yang panjangnya hingga di bawah siku. Ia padu padankan blus dengan celana panjang warna abu-abu. Ia melengkapi penampilannya dengan kalung emas berantai tipis, masker putih, dan tas bahu warna biru tua serta berukuran kecil.

Tak kalah simpel dengan istrinya, Tonny terlihat kaus jersey warna bitu dan celana panjang hitam. Ia melengkapi penampilannya dengan topi baseball cap krem dan masker warna putih.

Sri Mulyani saat belanja buah dan sayur ke Pasar Santa, Jakarta Selatan, Senin, 14 Juni 2021. Instagram/@smindrawati

Selain membagikan penampilannya saat belanja di pasar, Sri juga memastikan pemerintah tidak akan memungut pajak pertambahan nilai untuk sembako atau PPN sembako yang dijual di pasar tradisional dalam keterangan unggahannya.

Pernyataan itu menjawab pertanyaan yang dilontarkan pedagang bumbu di pasar tersebut yang khawatir dengan pemberitaan pajak sembako yang pada akhirnya bakal menaikkan harga jual.

Terkait wacana pemerintah mengeluarkan wacana untuk memungut pajak pertambahan nilai atau PPN bahan kebutuhan pokok (sembako). Poin kebijakan itu tertuang dalam rencana perluasan objek PPN yang diatur di Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

Sri Mulyanijuga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan asal memungut pajak hanya untuk penerimaan negara. "Namun disusun untuk melaksanakan asas keadilan," tuturnya.

Ia kemudian mencontohkan, beras produksi petani dalam negeri seperti beras Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN).

"Namun beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang  harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak," ujar Sri Mulyani.

Begitu juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, menurut dia, seharusnya dikenai pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak. "Itu asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi."

Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, kata Sri Mulyani, pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Sejumlah jenis pajak seperti pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintah.

Baca juga: Minum Kopi Buatan Suami di Akhir Pekan, Sri Mulyani Tampil Simpel dan Earth Tone

Pemerintah juga membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut. Ada juga program diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru.

Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah juga memberikan vaksin gratis dan biaya rawat gratis bagi yang terkena Covid-19. "Inilah fokus pemerintah saat ini, yaitu melindungi rakyat, ekonomi dan dunia usaha agar bisa tidak hanya bertahan namun pulih kembali secara kuat," imbuh perempuan 58 tahun ini.

Oleh karena itu ia terus mendorong para pedagang untuk terus bersemangat. "Semangat para pedagang untuk bangkit sungguh luar biasa.Ayo kita jaga dan pulihkan bersama ekonomi kita. Jangan lupa untuk terus patuhi protokol kesehatan saat melakukan berbagai aktivitas!" pungkas Sri Mulyani.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."