Pembajakan Masih Marak di Industri Musik, Dulu Fisik Sekarang Digital

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi mendengar musik saat bekerja (pixabay.com)

Ilustrasi mendengar musik saat bekerja (pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - General Manager Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) Braniko Indhyar mengatakan pembajakan masih menjadi tantangan yang harus dihadapi pelaku industri musik di era digital. "Bicara soal tantangan industri musik di era digital, saya kira, masih (soal) pembajakan. Dulu (menikmati karya musik) secara fisik, tapi sekarang digital. Saat ini juga website yang convert video ke bentuk .mp3 juga banyak banget," kata Braniko melalui diskusi virtual bertajuk JOOX Indonesia Music Awards 2021 pada Senin 7 Juni 2021.

"Misalnya sudah ada yang ditutup (take down), nanti mereka keluar lagi dengan nama dan domain yang lain. Ini masih PR (pekerjaan rumah) dan kita harus continue untuk membenahinya," ujarnya menambahkan.

Selain maraknya laman web yang bisa digunakan untuk mengonversi format video ke audio seperti .mp3, pria yang akrab disapa Niko itu mengatakan ada juga sejumlah aplikasi ilegal yang menyediakan musik yang dibajak.

Niko melanjutkan, pihaknya telah bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah demi memberantas pembajakan lagu. "Kami koordinasi dengan Kementerian Kominfo dan Kemenkumham untuk menutup atau menurunkan (take down) web itu dari search engine," kata dia.

Meski demikian, Niko tidak menampik bahwa era digital yang semakin dinamis juga memberikan banyak kemudahan, baik bagi musisi, label musik, serta penggemarnya. "Label (musik) masih terus berproduksi bikin lagu, album, event untuk menggaet fans. Promosi sekarang juga sudah beda banget, dan sekarang 'jualan' juga lebih gampang. Apalagi dengan aplikasi streaming musik dan fitur interaktif di dalamnya," kata Niko.

"Selain mempermudah label dan musisi, ini juga mempermudah fans-nya. Fitur interaktif juga membuat gap antara musisi dan fans bisa dibilang tidak ada," katanya.

Menurut Niko, berdasarkan data dari International Federation of the Phonographic Industry (IFPI), Indonesia berada pada posisi nomor 34 (nomor 2 di Asia Tenggara di atas Malaysia, Filipina, Singapura) dari 57 negara anggota di seluruh dunia, dan sekitar 70 persen itu adalah dari streaming. Ini membuktikan bahwa layanan streaming turut menggerakkan industri musik Indonesia dan menciptakan semangat serta peluang baru.

"Artinya adalah industri musik di Indonesia saat ini digerakkan oleh streaming yang tentunya dihasilkan oleh fans," ujarnya.

Selain mendukung musisi kesayangan lewat karya legal, Niko mengatakan penggemar juga bisa memberikan dukungannya lewat cara-cara lain; mulai dari membeli merchandise resmi, menghadiri acara musik, dan lainnya. Namun, menurutnya, yang terpenting adalah penggemar mampu mengapresiasi dan menghargai musisi. "Yang paling penting adalah menghargai musisi. Di era digital ini semua bisa gampang menyanyikan lagu. Cara mengapresiasi lagu, misalnya ketika mau cover harus izin. Dengan izin, itu membuat si musisi merasa senang dan memberikan more value dan semangat berkarya," kata Niko.

Baca: Veronica Tan Cerita Pembajakan Akun Bisnis Miliknya: Hati-hati di Media Sosial

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."