Susi Pudjiastuti Benar, Riset Buktikan Makan Ikan Bikin Pintar dan Tidur Nyenyak

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Susi Pudjiastuti menunjukkan ikan kakap merah hasil tangkapan nelayan di Pangandaran, Jawa Barat. Foto: Youtube

Susi Pudjiastuti menunjukkan ikan kakap merah hasil tangkapan nelayan di Pangandaran, Jawa Barat. Foto: Youtube

IKLAN

CANTIKA.COM, JakartaSusi Pudjiastuti selalu mengingatkan masyarakat agar gemar makan ikan. Selama menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 dan setelah tidak menjabat, Susi Pudjiastuti tak lelah mengkampanyekan supaya siapapun suka makan ikan.

Ajakan Susi Pudjiastuti itu memang benar. Temuan terbaru para peneliti di University of Pennsylvania, Amerika Serikat menyebutkan makan ikan dapat meningkatkan kecerdasan, terutama pada anak-anak. Dalam makalah yang diterbitkan di Scientific Reports, A Nature Journal, pekan lalu, para peneliti menyatakan anak-anak yang makan ikan sepekan sekali dapat tidur lebih nyenyak.

Tak hanya itu, mereka juga akan memiliki nilai intelligence quotient (IQ) rata-rata lebih tinggi empat poin dibanding anak-anak yang jarang atau bahkan sama sekali tak mengkonsumsi ikan. Inilah studi pertama yang menemukan hubungan antara makan ikan, kecerdasan, dan tidur nyenyak. Riset sebelumnya hanya menemukan hubungan antara omega-3, asam lemak dalam berbagai jenis ikan, dan kecerdasan.

"Penelitian di bidang ini tak terlalu berkembang," kata Jianghong Liu, penulis utama serta profesor keperawatan dan kesehatan masyarakat. "Di sini kita melihat omega-3 yang berasal dari makanan, bukan dari suplemen." Penelitian ini melibatkan 541 anak berusia 9 sampai 11 tahun. Mereka terdiri dari 54 persen anak laki-laki dan 46 persen anak perempuan. Anak-anak ini diminta mengisi kuesioner ihwal seberapa sering makan ikan.

ilustrasi ikan. (pixabay.com)

Jawaban yang tersedia adalah 'tidak pernah' sampai 'seminggu sekali'. IQ mereka juga dites dengan Wechsler Intelligence Scale for Children-Revised, yang menguji kemampuan verbal dan non-verbal, seperti kosakata dan pengkodean. Sedangkan para orang tua disodori pertanyaan seputar kualitas tidur anak-anak. Dari kuesioner itu, para peneliti mencari jawaban tentang durasi dan frekuensi tidur malam serta kualitas tidur anak-anak pada siang hari.

Para peneliti juga menghubungkannya dengan berbagai informasi demografi, termasuk pendidikan orang tua, pekerjaan, status perkawinan, dan jumlah anak di rumah. Dari analisis data, tim peneliti menemukan hasil yang menyenangkan bagi penyantap ikan. Anak-anak yang makan ikan mingguan mencetak 4,8 poin lebih tinggi dalam tes IQ dibanding mereka yang menjawab 'jarang' atau 'tidak pernah' mengkonsumsi ikan.

Sedangkan mereka yang menjawab 'terkadang makan ikan' juga mendapat skor lumayan bagus, yakni 3,3 poin lebih baik. Untuk kualitas tidur, anak-anak yang biasa makan ikan kualitas tidurnya jauh lebih baik. "Kami menemukan bahwa suplemen omega-3 mengurangi perilaku antisosial. Jadi, tak mengherankan jika ikan berperan dalam hal ini," kata Liu.

Jennifer Pinto-Martin, Direktur Eksekutif Penn’s Center for Public Health Initiatives, melihat potensi kuat dalam implikasi penelitian itu. "Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi ikan memiliki manfaat kesehatan yang positif dan harus sering dipromosikan," katanya. Karena itu, kata dia, anak-anak harus mengkonsumsi ikan sejak usia dini. Paling ideal saat usia 10 bulan. "Memperkenalkan rasa sejak dini membuatnya jadi lebih enak."

Sayangnya, Liu dan tim tak merinci jenis ikan yang dikonsumsi. Selanjutnya, mereka akan melakukan studi observasional untuk menetapkan bahwa makan ikan dapat meningkatkan kualitas tidur, kinerja belajar yang lebih baik, dan hasil nyata lainnya. Para peneliti merekomendasikan agar memasukkan ikan dalam menu makan secara bertahap. Mengkonsumsi ikan seminggu sekali dapat menggerakkan keluarga menjadi kelompok pemakan ikan yang tinggi, seperti yang didefinisikan dalam penelitian ini.

SCIENCEDAILY | TELEGRAPH

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."