Agatha Suci: Belajar Merangkul Kecantikan Diri Sendiri

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Agatha Suci ditemui di acara peluncuran edisi terbatas parfum aroma English Lavender Jo Malone di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020. TEMPO/Eka Wahyu Pramita

Agatha Suci ditemui di acara peluncuran edisi terbatas parfum aroma English Lavender Jo Malone di Jakarta, Rabu 11 Maret 2020. TEMPO/Eka Wahyu Pramita

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Penyanyi Agatha Suci menyoroti soal beberapa perempuan yang merasa tidak aman atau insecure dengan tubuh mereka. Sedikit banyak hal itu imbas dari media sosial yang menjadikan patokan siapa yang ter-. Alhasil, beberapa perempuan jadi membanding-bandingkan sosok itu dengan dirinya. 

Faktanya setiap perempuan punya keunikan dan daya tarik sendiri. Hal paling penting adalah menerima dan mencintai diri sendiri atau self-love. Menurut Agatha Suci, tak perlu malu dengan apa yang ada di diri sendiri. Perempuan 35 tahun ini mengaku punya beberapa hal yang dianggap kekurangan bagi sejumlah perempuan.

"Aku punya stretchmark di perut, glember bekas hamil dan melahirkan dan tidak bisa kenceng lagi, i do have those freckles di muka (apalagi aku tidak rajin ngerawat), i do have those flaws and weaknesses," tulis Agatha Suci di Instagramnya pada 11 Juni 2020.

Lantas apa yang bisa dilakukan jika memiliki hal tersebut? Kondisi fisik yang dianggap kekurangan itu memang bisa dirapikan dengan operasi jika memiliki uang. 

Namun itu bukanlah intinya. Hal paling penting ialah menerima kekurangan, tetap berusaha jadi lebih baik tanpa memaksakan diri untuk jadi harus sempurna karena memang tidak akan pernah bisa ada manusia yang sempurna.

"Belajarlah untuk merangkul kecantikan unik Anda sendiri, rayakan hadiah unik Anda dengan percaya diri. Ketidaksempurnaan Anda sebenarnya adalah hadiah," tutur ibu dua anak ini.

Perasaan insecure bisa dirasakan siapa saja. Psikoanalis Jerman Eric Fromm mengatakan setiap orang punya cara yang berbeda untuk mengatasinya. Tapi cara paling ideal bukanlah membuat ketidaksempurnaan itu menjadi sempurna. 

"Tugas yang harus kita tetapkan untuk diri kita sendiri bukanlah untuk merasa aman, tetapi untuk bisa mentolerir rasa tidak aman," jelasnya seperti dikutip di laman Psychcentral.

EKA WAHYU PRAMITA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."