Faktor yang Bikin Suami Trauma Saat Mendampingi Istri Melahirkan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi hamil. Unsplash.com/John Looy

Ilustrasi hamil. Unsplash.com/John Looy

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Tak sedikit suami yang enggan mendampingi istrinya melahirkan. Bukan tidak cinta, namun semua dimulai dari sesuatu yang sulit dikendalikan oleh suami itu sendiri.

Psikolog Ajeng Raviando mengatakan suami bisa merasa stress dan trauma saat mendampingi istrinya melahirkan. Para suami yang mengalami trauma setelah istri melahirkan menunjukkan beberapa gejala, seperti mudah cemas, sensitif hingga sering teringat pada kejadian saat persalinan.

"Berbeda dengan istri yang sumber traumanya lebih banyak karena sensasi nyeri, suami cenderung teringat dengan seluruh suasana menjelang, saat, dan setelah persalinan, yang terekam di otaknya. Apa yang ia dengar dan lihat, sulit terhapus dari ingatan," kata Ajeng Raviando dalam keterangan tertulis, Minggu 28 Juni 2020.

Tanda-tanda trauma atau stres pasca-persalinan atau Post-natal Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang dialami para suami tidak jauh berbeda dengan istri. "Suami melihat langsung, jadi kemungkinan besar gambaran proses melahirkan itu terekam jelas," katanya.

Misalkan ketika melihat darah, ia jadi teringat saat istri mengalami perdarahan. Atau saat mendengar anaknya nangis. Bahkan ingatan dari penciuman, seperti bau obat atau bau yang mengingatkan dengan rumah sakit, akan memicu rasa cemas.

Ilustrasi melahirkan. Freepik.com/

Pada beberapa kondisi yang lebih ekstrem, suami yang mengalami stres dan traupa pada peristiwa persalinan akan mengalami mimpi buruk dan menunjukkan perubahan perilaku. Beberapa pria menjadi super-sensitif, terlalu khawatir dengan kondisi istri dan anaknya. Bahkan mungkin juga sebaliknya, suami menjadi pasif dan tidak peduli dengan istri yang sibuk merawat bayi mereka.

Untuk mengatasi stres dan trauma melahirkan pada suami, istri harus turut membantunya melewati semua ini. "Meski sulit, istri harus memahami kondisi suami dan memberikan dukungan," ujar Ajeng. Jika tak mungkin memulihkan kondisinya sendiri, ajak suami untuk berkonsultasi dengan profesional, psikiater atau psikolog.

Salah satu pendekatan terapi yang dapat dilakukan adalah Trauma Focus Cognitive Behavioral Therapy atau TFCBT. "Terapi difokuskan pada traumanya. Memang akan tidak nyaman karena pasien dipaksa mengingat kembali kejadian itu. Tapi, ini membantu mereka untuk bisa lebih menerima kondisi dengan realistis, menghadapi dan bukan menghindar, yang pada akhirnya bisa melepaskan itu semua," kata Ajeng.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."