Kisah Anak yang Terlempar dari 6 SMP Negeri di PPDB 2020

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Wali murid bersama calon siswa melaporkan diri saat pengurusan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMPN 60 Jakarta, Rabu, 17 Juni 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Wali murid bersama calon siswa melaporkan diri saat pengurusan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMPN 60 Jakarta, Rabu, 17 Juni 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Sri Wahyuni berusaha menutupi kecemasaan yang dia rasakan dari putrinya selama proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2020. Warga Waraks, Tanjung Priok, Jakarta Utara, ini harus menerima kenyataan pahit putrinya ditolak di enam SMP negeri.

Padahal putrinya berulang kali mendapat peringkat teratas di SDN 01 Warakas dan rajin ikut bimbingan belajar. Berdasarkan hasil akademik, lima semester terakhir, anaknya tersebut berada di urutan kedua di sekolahnya dengan mengumpulkan 88 poin.

"Dia sangat terpukul," kata Sri Wahyuni menceritakan kondisi putrinya, Minggu 28 Juni 2020. "Teman-temannya sudah dapat sekolah, padahal nilai mereka biasa saja." Sri sedih tak terkira di sepanjang PPDB ini. Dia mati-matian menahan ekspresinya supaya putrinya tidak semakin murung.

Sri Wahyuni mengatakan putrinya ingin bersekolah di SMP 95 Sungai Bambu yang berjarak kurang dari 500 meter dari rumah. Meski berbeda kelurahan, dia mengklaim anaknya masih memenuhi kriteria batas zonasi sehingga masuk ke daftar prioritas pertama saat seleksi, 25 Juni 2020.

Tak sampai satu hari, nama putri Sri terlempar dari batas daya tampung tiga sekolah yang dipilihnya, yaitu SMP 95, SMP 129 Warakas, dan SMP 55 Tanjung Priok. Ketiganya berjarak kurang dari 750 meter dari kediaman mereka.

Pada hari kedua, Sri melanjutkan, putrinya kembali mencoba peruntungan dengan mendaftar di tiga sekolah yang berjarak lebih dari tiga kilometer dari rumah, yaitu SMP 65, SMP 282, dan SMP 221. Namun namanya lagi-lagi terlempar dari daftar calon penghuni maktab di Kelurahan Sunter Agung dan Papango tersebut.

"Saya tak akan menyerah demi anak," ujar dia. "Kami akan daftar jalur prestasi di SMP 95 dan SMP 129, awal Juli nanti. Saya sudah komunikasi dengan pihak sekolah. Katanya ada kuota 40 kursi,” ujar Sri Wahyuni.

Keputusan yang sama akan diambil Andi Wibowo, warga Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang akan mendaftarkan anaknya melalui jalur prestasi di SMA 70 Bulungan. Dia sengaja tak ikut jalur zonasi karena putrinya yang bersekolah di SMP 11 Kebayoran Baru diprediksi gagal jika mencoba mendaftar di SMA 78 Kemanggisan dan SMA 90 Petukangan.

"Teman anak saya yang 15 tahun 3 bulan saja tak diterima, apalagi putri saya yang baru 14 tahun 10 bulan," kata Andi. "Padahal dua sekolah itu secara aturan zonasi masih masuk irisan kelurahan dengan domisili kami.”

Menurut dia, putrinya lebih baik bersaing dengan siswa-siswa di jalur prestasi akademik di SMA 70 yang dulunya mendapat label sekolah favorit. Lagi pula, kata dia, putrinya memiliki prestasi dan nilai akademik yang cukup baik dengan total rata-rata lima semester terakhir mencapai 90 poin. "Sistem saat ini aneh. Nilai baik ditolak. Rumah dekat sekolah juga gagal. Justru yang sudah tua yang lolos," ujar Andi.

Di lain pihak, Dewi, 41 tahun, justru bersyukur atas sistem yang dijalankan DKI. Karyawan bank itu sampai mengajukan cuti pada hari pendaftaran, 25 Juni 2020. Ketika pukul delapan, dia memperbarui laman PPDB DKI dan langsung mendaftarkan putra semata wayangnya di SMP 99 Kayu Putih, Jakarta Timur. "Lokasinya kurang dari 3 kilometer dari rumah. Bisa naik sepeda," kata warga Kelurahan Jati, Jakarta Timur, itu.

Joss. Nama anak berusia 13 tahun 1 bulan itu langsung nangkring di urutan pertama calon penghuni SMP 99. Dewi sempat deg-degan melihat posisi anaknya melorot, tergantikan oleh calon siswa yang lebih tua, walaupun cuma beda sehari. Namun di akhir hari, nama anaknya bertahan di posisi ke-22 dari kuota 124 murid dari jalur zonasi di maktab itu.

Masuk sekolah negeri sebenarnya di atas ekspektasi Dewi. Dengan nilai anak 81, sementara rata-rata nilai murid yang masuk SMP 99 pada tahun lalu adalah 90, dia membayangkan anaknya akan masuk sekolah swasta. Sudah rezeki dia," kata Dewi.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan yang berpeluang lolos dalam seleksi zonasi hanya siswa yang berdomisili sama atau beririsan dengan kelurahan lokasi sekolah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memastikan penerapan sistem ini untuk memenuhi kuota zonasi pada jalur zonasi dan afirmasi di setiap sekolah.

Selain itu, Nahdiana melanjutkan, kebijakan ini bertujuan semua siswa Ibu Kota tak melulu membidik sekolah yang sama atau yang kerap disebut favorit. Selain itu, menurut dia, semua sekolah di DKI memiliki daya tampung yang sangat terbatas. "Kalau siswa tidak ada di dalam zonasi, tak akan diterima di sekolah itu," kata Nahdiana. "Kalaupun satu zonasi, bisa juga ditolak kalau daya tampungnya sudah penuh."

FRANSISCO ROSARIANS | LANI DIANA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."