Untuk Orang Tua, Psikolog Ungkap Dua Cara Anak Hadapi Bullying

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi bullying. shutterstock.com

Ilustrasi bullying. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kasus bullying atau perundungan pada anak kembali terjadi. Kisah memprihatinkan ini menimpa anak di Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam sebuah video viral yang beredar di media sosial pada Senin, 18 Mei 2020, terlihat seorang anak yang tengah berjualan jalangkote didorong dan dipukuli serta ditertawakan oleh sekelompok pemuda.

Peristiwa itu jelas membuat masyarakat geram. Menanggapi kasus tersebut, psikolog klinis dari Tiga Generasi Alfath Megawati mengatakan bahwa ini bisa dijadikan pembelajaran bagi para orang tua dalam mendidik anak. Terlebih, ada ciri yang menggambarkan alasan seseorang bisa dijadikan target bullying seperti anak penjual jalangkote tersebut.

Hal pertama dari kesan atau ciri lemah secara fisik. Wanita yang akrab disapa Ega itu mengatakan bahwa dalam video yang beredar, anak tersebut terlihat pendiam.

“Keadaan yang seolah less power ini sangat disukai oleh para pelaku bullying. Di sini kita belajar pentingnya berkata tidak dan menolak walaupun dasarnya tak suka banyak berkomunikasi,” katanya saat dihubungi Tempo.co pada 18 Mei 2020.

Ciri yang kedua dari kejadian tersebut ialah adanya kecenderungan submisif. Sebab dalam rekaman video, sang anak tampak tidak berani mempertahankan diri. 

“Jadi kita diajarkan pentingnya memberi perlawanan saat dirasa ada hal yang salah dan tidak sesuai tentang label yang diberikan pada kita,” tuturnya.

Dengan kasus dan nilai yang bisa dipetik ini, Ega pun berharap jumlah korban bullying dapat menurun. Karena pada dasarnya, tidak akan ada perudungan selama seseorang berani untuk menolak dan melawan.

“Kuncinya dua itu saja. Jangan menunjukkan kita lemah dan submisif dengan berani menolak dan melawan,” pungkasnya.

SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."