Cara Mencuci Masker N95 dengan Metode Dekontaminasi

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Masker P2/N95. Directindustry.de

Masker P2/N95. Directindustry.de

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Masker adalah salah perangkat alat pelindung diri yang kian langka. Masker N95 yang disarankan karena mampu memblokir setidaknya 95 persen partikel udata, termasuk virus, semakin sulit diperoleh dan kalaupun ada, harganya mahal.

Baca juga: Masker dari Rumah Mode Louis Vuitton, Marcelo Burlon, Fendi

 

Lantas kenapa produsen tidak membuat lebih banyak masker jenis N95? Mengutip NPR, sebetulnya semua produsen alat pelindung diri sudah berupaya keras meningkatkan produksinya, bahkan hingga 20 kali lipat. Tapi pembuatan masker membutuhkan proses yang rumit dan sulit.

Salah satu material Masker N95 yang sulit dibuat dan membutuhkan biaya tinggi adalah bahan yang disebut kain melt-blown. Kain ini tersusun dari jala halus berbahan serat polimer sintetis yang sangat tipis, sehingga dapat menahan masuknya partikel berbahaya.

Business Insider melaporkan, produksi material itu juga amat bergantung pada kondisi dan suhu udara yang ideal agar kain yang dihasilkan konsisten. Harga mesin pembuat material ini juga terbilang sangat mahal, yakni mencapai US$ 4,23 juta atau sekitar Rp 65,9 miliar.

Di tengah kondisi yang sulit, sejumlah peneliti mengusulkan cara menghemat Masker N95, yakni dengan memakainya berulang kali. Orang yang berinisiatif melakukan penelitian mengenai pemakaian masker lebih dari satu kali adalah Robert Fischer, profesor dari Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Hamilton, Montana, Amerika Serikat.

Pada 15 April 2020, Robert dan rekan-rekannya menyatakan, dengan cara sterilisasi tertentu, Masker N95 yang seharusnya digunakan sekali saja bisa dipakai hingga tiga kali oleh para tenaga medis. Para peneliti membandingkan empat cara mencuci masker ini dengan metode dekontaminasi.

Pertama, dipaparkan radiasi sinar ultraviolet (260-285 nm). Kedua, dipanaskan hingga suhu 70 derajat Celsius. Dengan cara ini, masker hanya bisa digunakan dua kali. Ketiga, disemprotkan etanol 70 persen. Keempat, disemprotkan uap hidrogen peroksida VHP.

Untuk setiap metode, para peneliti membandingkan tingkat saat virus SARS-CoV-2 tidak aktif pada kain penyaring N95. Keempat metode ini diklaim bisa menghilangkan virus SARS-CoV-2 yang terdeteksi pada sampel masker yang diuji.

Setiap metode membutuhkan waktu berbeda-beda. Penguapan dengan VHP adalah cara tercepat, hanya 10 menit. Penyemprotan dengan etanol perlu waktu lebih lama. Sementara itu, “pencucian” dengan sinar ultraviolet dan suhu panas membutuhkan waktu sekitar 60 menit.

Untuk menguji daya tahan lebih dari tiga kali penggunaan, para peneliti merawat masker yang bersih dan utuh dengan metode dekontaminasi yang sama dan menilai fungsi melalui pengujian kecocokan kuantitatif. Para peneliti menemukan, masker yang telah didekontaminasi dengan semprotan etanol tidak berfungsi secara efektif setelahnya. "Kami tidak merekomendasikan metode ini," ujar Robert, seperti dikutip dari Medicinet.

Sebaliknya, masker yang didekontaminasi dengan radiasi sinar ultraviolet dan VHP dapat digunakan hingga tiga kali dan berfungsi dengan baik. Masker yang didekontaminasi dengan panas kering dapat digunakan dua kali sebelum fungsinya menurun.

Meski penelitian ini menawarkan solusi bagi para tenaga medis yang kekurangan APD di tengah pandemi, keempatnya dianggap punya kelemahan. Dokter ahli penyakit menular dari Infectious Diseases Society of America, Ravina Kullar, mengatakan penelitian ini hanya menguji masker untuk pemakaian selama dua jam. "Padahal, dalam kondisi saat ini, para tenaga medis bisa memakai masker untuk periode lebih lama," ujar dia.

Kullar mengatakan dekontaminasi alat medis dengan sinar ultraviolet atau uap VHP sebetulnya hal lazim dalam dunia kedokteran. Dua cara itu biasa dipakai untuk mensterilkan kamar perawatan di rumah sakit.

Dia menambahkan, sebelum metode dekontaminasi ini diterapkan untuk Masker N95 secara luas, sebaiknya otoritas kesehatan seperti Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat melakukan pengujian. Sejauh ini, Kullar mencatat, CDC belum menyetujui metode apa pun untuk dekontaminasi masker.

"Tapi mereka tidak keberatan dengan aneka cara yang bisa dipakai untuk membunuh virus ini secara efektif," katanya. Hal lain yang perlu ditekankan, dia menambahkan, adalah penggunaan masker N95 tidak bisa sembarangan karena diperlukan semacam pengukuran khusus agar penggunaannya tepat dan aman. Itulah alasan Masker N95 hanya diperuntukkan bagi digunakan tenaga medis, bukan masyarakat umum.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."