BCL Masih Berduka, Pahami dan Dampingi 5 Tahapan Kesedihannya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Bunga Citra Lestari atau BCL menjadi juri di Indonesian Idol Result Reunion pada Senin, 2 Maret 2020. (Instagram/@indonesianidolid

Bunga Citra Lestari atau BCL menjadi juri di Indonesian Idol Result Reunion pada Senin, 2 Maret 2020. (Instagram/@indonesianidolid

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Bunga Citra Lestari atau BCL masih di tahap berduka atas wafatnya suami tercinta, Ashraf Sinclair pada Selasa, 18 Februari 2020. Orang-orang yang ditinggalkan tentu masih berduka. Selain BCL, ada pula putra tersayang, Noah Sinclair. 

Sepanjang 10 hari pertama, BCL membatalkan semua jadwal acaranya. Ia baru mulai menyanyi pada Jumat, 28 Februari 2020 di Cilandak, disusul dengan konser bareng Ronan Keating dan Christian Bautista satu hari kemudian. Senin, 2 Maret 2020, ia kembali ke bangku juri di Indonesian Idol. 

Meski mulai bekerja, tampak kesedihan belum lenyap dari hidupnya. Terlebih ketika Judika yang juga juri di acara itu menyanyikan lagu barunya, "Tak Mungkin Bersamamu". Lagu ini sengaja dibawakan oleh Judika karena dianggap sangat menggambarkan kedukaan BCL saat ini. 

Setiap orang merasakan duka dengan cara yang berbeda-beda. Walau prosesnya adalah pengalaman yang sangat pribadi, sering ada kesamaan antara proses yang dialami oleh banyak orang.

Teori yang dikembangkan oleh seorang psikiater Elisabeth Kübler-Ross memaparkan bahwa kita akan melalui stages of grief atau tahap kesedihan saat mengalami kehilangan.

Hingga kini, banyak orang menggunakan teori stages of grief dari Kübler-Ross untuk mendeskripsikan perasaan orang yang tengah mengalami situasi kehilangan seperti BCL. Bukan hanya untuk yang kehilangan orang yang dicintai, ini juga berlaku untuk orang yang kehilangan pekerjaan, berakhirnya suatu hubungan, dan terdiagnosis mengidap penyakit serius

Dalam buku On Death and Dying yang ditulis setelah ia mengobservasi pasien-pasien yang menderita penyakit gawat, Kübler-Ross membagi stages of grief ke dalam lima tahap berikut

1. Penyangkalan (denial)

Tahap pertama ini adalah reaksi yang amat normal. Penyangkalan sesungguhnya membantu Anda untuk meminimalkan rasa sakit dari situasi kehilangan yang tengah Anda hadapi. Anda mungkin akan berpikir, “Saya tidak percaya ini terjadi pada saya. Ini tidak mungkin terjadi dan hanya mimpi.”

Setelah Anda keluar dari tahap penyangkalan, emosi-emosi yang selama ini terkubur akan muncul. Meski sulit, ini merupakan bagian dari perjalanan kedukaan yang akan dilalui oleh siapa pun.

2. Marah (anger)

Hal yang wajar jika orang merasa marah setelah dihadapkan pada kehilangan. Anda berusaha menyesuaikan diri dengan kenyataan yang baru dan sedang mengalami kesedihan. Meluapkan itu semua dengan kemarahan mungkin terasa sebagai hal yang paling ‘benar’.

Anda mungkin marah pada orang yang telah meninggalkan Anda. Meski logika Anda mengatakan bahwa mereka tidak patut disalahkan, perasaan Anda yang terlalu intens membuat Anda menolak untuk berpikir secara rasional.

Setelah kemarahan mereda, Anda akan berpikir lebih rasional mengenai apa yang sebenarnya terjadi dan merasakan emosi lain yang selama ini tersingkir oleh rasa marah.

3. Menawar (bargaining)

Kehilangan dan putus asa merupakan dua perasaan yang kerap berdampingan dalam stages of grief. Anda begitu berduka hingga bersedia melakukan apa saja untuk meredakan rasa sakit dan kembali mendapatkan kendali. Salah satunya dengan menawar.

Pada tahap kesedihan ini, Anda akan memikirkan kalimat-kalimat pengandaian dalam kepala. Contohnya, “Seandainya saja saya mencari pertolongan dokter lebih cepat”, “Andai saja saya tidak terlalu sibuk, mungkin pasangan saya tidak akan pergi”, dan sebagainya.

Banyak orang juga melakukan tawar-menawar dengan Tuhan pada tahap ini agar mendapat kekuatan dari kedukaan dan rasa sakit.

4. Depresi (depression)

Selama proses berduka, ada saatnya emosi Anda mulai mereda dan kini Anda harus benar-benar melihat kenyataan yang terjadi. Pada tahap ini, Anda terpaksa menghadapi situasi sulit tersebut, mengalami kesedihan, dan kebingungan yang mendalam.

Ada dua jenis depresi yang berhubungan dengan kedukaan, yakni reaksi praktis dan jenis yang lebih bersifat pribadi.

Reaksi praktis bisa muncul terhadap kehilangan yang terjadi. Mungkin Anda khawatir dengan kondisi finansial yang harus dihadapi, biaya pemakaman yang mesti dikeluarkan, atau cemas jika tidak bisa menghabiskan banyak waktu dengan anak-anak yang hidupnya masih bergantung pada Anda.

Tipe depresi adalah jenis yang lebih pribadi. Anda mungkin menjauhi diri dari orang lain untuk dapat mengatasi duka tersebut. Namun bila Anda merasa sangat sedih, tidak berdaya, dan tidak dapat melewati tahap ini, bicarakan dengan orang-orang terdekat atau psikolog.

5. Penerimaan (acceptance)

Penerimaan ini bukan berarti Anda sudah benar-benar bahagia. Pada tahap ini, Anda akhirnya telah menerima kenyataan yang ada. Anda masih merasa sedih, namun Anda belajar untuk hidup dengan situasi kini.

Sebagai contoh, saat Anda telah menerima perpisahan atau perceraian yang terjadi, Anda akan berkata, “Ini adalah pilihan yang terbaik untuk saya.” Atau ketika orang tercinta telah tiada, Anda pada akhirnya akan berpikir, “Saya merasa beruntung karena telah mengenal dan menghabiskan waktu dengannya bertahun-tahun, dan saya akan selalu mengenangnya.”

Tidak semua orang yang tengah berduka pasti akan mengalami stages of grief atau dalam urutan yang sama. Kedukaan adalah hal yang berbeda-beda pada tiap orang. Bisa saja Anda berada dalam proses menawar pada satu hari, lalu kembali menyangkal pada hari berikutnya.

Hal yang juga penting adalah ungkapkan kesedihan dengan orang-orang terdekat atau psikolog, terutama ketika merasa sangat stres dan tidak berdaya. Dengan ini, kedukaan yang dialami tidak berlarut-larut dan Anda berangsur-angsur menerima kenyataan agar dapat kembali menata masa depan dengan perasaan yang lebih ringan.

MILA NOVITA | SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."