3 Hambatan Womenpreneur Jadi Pengusaha Besar, Minimnya Empowering

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Caroline Gondokusumo President of Entrepreneurs' Organization Indonesia East saat ditemui di konferensi pers Entrepreneurs Organization Womenpreneur Award (EOWA) 2020 di Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu 4 Desember 2019. TEMPO/Silvy Riana Putri

Caroline Gondokusumo President of Entrepreneurs' Organization Indonesia East saat ditemui di konferensi pers Entrepreneurs Organization Womenpreneur Award (EOWA) 2020 di Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu 4 Desember 2019. TEMPO/Silvy Riana Putri

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Di antara kita ada yang berprofesi womenpreneur atau wanita pengusaha. Jenis usaha yang dijalani pun beragam mulai dari makanan, minuman, kecantikan hingga fashion. Sepaket dengan keragaman bisnis, berbagai tantangan bisnis datang silih berganti di setiap perkembangan bisnis. Salah satu contohnya, saat pengusaha berskala menengah mengalami kemandekan menuju level pengusaha besar.

Caroline Gondokusumo President of Entrepreneurs’ Organization Indonesia East menjabarkan beberapa hambatan yang kerap ia temui dalam Entrepreneurs’ Organization. “Dari titik nol ke titik tertentu sudah ada pengalaman. Dan knowledge mereka di titik tertentu itu belum tentu bisa dibawa ke titik berikutnya,” kata Caroline saat ditemui d Jakarta, Rabu 4 Desember 2019.

Lebih lanjut ia memaparkan, “Misalnya ada beberapa teman-teman wanita pengusaha di titik menengah mungkin diajak melantai ke bursa, angkanya sudah pantas. Tapi how to-nya mereka belum tahu. Itu baru salah satu, ya.”

Menurut Caroline, pentingnya pembekalan diri bagi setiap pengusaha. Ia menyarankan untuk banyak menjalin koneksi ataupun bergabung ke komunitas pengusaha agar memetik ilmu dan pengalaman dari mereka yang sukses. Kemudian, ia mengingatkan pentingnya menciptakan formula bisnis dengan sentuhan pribadi.

Selain membekali diri soal pengembangan bisnis berskala besar, Caroline juga menyoroti lemahnya sikap kepemimpinan dan kurangnya budaya perusahaan di tahap menuju bisnis berskala besar.

“Lalu kalau dari nilai. Misalnya sekarang pendapatan Rp 5 miliar mau naik ke Rp 50 miliar atau Rp 100 miliar, itu perlu different set of skill. Karena tantangan manage-nya beda. Dulu masih kecil, karyawan di-manage sendiri. Ketika pindah ke corporate management itu totally different,” imbuh Caroline.

Ia menambahkan, “Karena itu based on kepercayaan. Bagaimana si pebisnis itu mendelegasikan power ke para tim. Setelah itu, bagaimana mengontrol dan memonitor perkembangan mereka. Perlu persiapan membekali diri dengan pengetahuan bisnis ataupun sharing ilmu dengan yang sudah berpengalaman.”

Selain itu, Caroline juga kerap melihat hambatan lain yang dialami beberapa wanita pengusaha tentang minimnya sikap empowering. “Selain yang dua tadi, penting juga sikap mem-empower. Job delegation dan meng-empower tim untuk membuat keputusan. Kadang-kadang para entrepreneur belum legowo secara tidak sadar,” Caroline menjelaskan.

Entrepreneurs’ Organization (EO) merupakan  organisasi global non-profit yang dibentuk secara eksklusif untuk entrepreneur yang memiliki visi untuk membantu para pengusaha untuk berkembang dan bertumbuh melalui peer-to-peer learning, once-in-a-lifetime experiences, serta koneksi kepada yang lebih berpengalaman. 

EO hingga kini  telah memiliki jaringan di 60 negara dengan anggota kurang lebih 14.000 pemilik usaha. Salah satu chapter EO adalah EO Indonesia East yang saat ini memiliki 37 anggota aktif dari beragam industri dan secara kolektif perusahaan telah memberdayakan sekitar 24.000 karyawan.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."