Penampilan yang Tepat saat Wawancara kerja, Tak Sekadar Branded

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi wawancara kerja. Shutterstock

Ilustrasi wawancara kerja. Shutterstock

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Saat memenuhi panggilan wawancara kerja, banyak hal yang perlu dipersiapkan. Selain menyelami pengetahuan tentang perusahaan dan posisi yang Anda lamar, penampilan busana ikut berperan penting membuat impresi positif. Selain kebersihan busana, apakah harus memakai outfit branded atau merek mewah  dari atas sampai bawah? Bila pertanyaan ini yang salah satu muncul di kepala, ini saatnya menemukan jawaban yang bijak.

Mengutip laman Forbes pada Kamis 14 November 2019, The Wall Street Journal baru-baru ini merilis artikel tampilan mewah untuk wawancara kerja menjadi salah satu simbol kesejahteraan, kemapanan, dan posisi tawar yang lebih tinggi.

Namun peneliti dari Sekolah Manajemen di Universitas Northwestern, Amerika Serikat, Dr. Rucker dan Cannon, punya pendapat berbeda. Menurut mereka memakai merek mewah saat wawancara kerja bisa menjadi bumerang. Mengingat pekerjaan dilihat dari kompetensi, kepercayaan, empati, gairah, atau perilaku, jadi sebaiknya tidak terlalu berlebihan dalam berbusana.

Untuk mendapatkan hasil tersebut, Dr. Rucker dan Cannon menyusun empat percobaan. Pada yang pertama, 120 peserta pria dan wanita diperlihatkan foto pria dengan kemeja. Di satu foto menunjukkan kemeja tidak memiliki logo. Di foto lain, kemeja itu memiliki logo Gucci (para peneliti memilih Gucci karena peringkatnya di antara merek-merek mewah top secara global).

Para peserta kemudian diminta untuk menilai pria itu dengan berbagai karakteristik, seperti status sosial, kelas, kehangatan, dan kepedulian. Peserta menilai pria dengan logo Gucci rendah dalam soal kehangatan, tetapi memiliki status yang lebih tinggi. Mereka merasa bahwa pria Gucci itu berusaha keras untuk memberi kesan terbaik.

Para peneliti kemudian mereplikasi percobaan dengan 120 pria dan wanita yang berbeda, kali ini menggunakan foto identik seorang wanita dengan tas tangan — satu tas tanpa logo apapun, yang lain tas Burberry dengan pola kotak-kotak ikoniknya.

Sama halnya dengan pria, kaum hawa menilai wanita dengan tas Burberry memiliki status yang lebih tinggi, tetapi nilainya rendah dalam sosok yang hangat.

Kemudian, 115 mahasiswa tingkat S1 diminta untuk mengisi kuesioner tentang ciri berpenampilan seseorang. Ternyata para mahasiswa mengarahkan kandidat dengan penampilan merek mewah untuk pekerjaan publisitas. Kemudian yang tidak menggunakan merek prestisius dikelompokkan bekerja di bagian sumber daya manusia.

"Mereka memilih berdasarkan apakah status atau sisi kehangatan diperlukan untuk pekerjaan itu," kata Cannon.

Selaras dengan penelitian, menurut Lizzie Rahm, manajer senior Sumber Daya Manusia (SDM) di Clark Nuber, perusahaan jasa profesional, pentingnya berpenampilan profesional dan bersahabat, bukan sekadar branded.

"Sebagian besar pengusaha masih mengharapkan pria dan wanita memakai jas saat datang ke wawancara kerja," ungkap Rahm. “Perekrut dan manajer SDM memperhatikan betapa rapinya pelamar. Kami berpikir, 'Apakah mereka memakai setelan bagus yang cocok untuk mereka?' Apakah mereka akan menjadi perwakilan yang baik untuk perusahaan kami? Saya tidak terlalu memperhatikan tas atau produk merek mewah lain yang melekat, meskipun memang ada beberapa tim dalam wawancara yang memperhatikan hal itu. "

Ia melanjutkan, “Pilihan yang lebih baik untuk pria adalah kemeja dan jas dipadu celana yang serasi tetapi tanpa dasi. Anda juga harus mengenakan sepatu yang bagus. Pastikan sepatu itu disemir, kami memperhatikan itu. Sementara itu, untuk wanita bisa memakai setelan celana atau rok maupun gaun dengan desain profesional. Lebih baik lagi memadukan jaket dengan rok atau blazer sebagai luaran gaun.”

Rahm menyatakan bahwa perusahaan mereka telah mensurvei pelamar pekerjaan dan bertanya apa yang harus mereka kenakan saat wawancara. Anehnya, bahkan Millennial mengatakan "profesional bisnis" didefinisikan sebagai jas, meskipun mereka tahu mereka tidak akan mengenakannya di tempat kerja.

Ia menyarankan Anda menyimpan dua sampai tiga jaket atau blazer di kantor. Tujuannya untuk mengantisipasi situasi mendadak, seperti bertemu klien, menghadap pimpinan tertinggi hingga menyambut tamu.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."