Sebab Kanker Sering Terdeteksi saat Stadium Lanjut

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yunia Pratiwi

google-image
ilustrasi kanker (pixabay.com)

ilustrasi kanker (pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Kanker termasuk penyakit yang mematikan di Indonesia, bahkan jumlah kasusnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya karena keterlambatan dalam mendeteksi keberadaan penyakit ini di tubuh pasien.

Spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Dr. dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD, KHOM, mengatatan keterlambatan ini dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya, gejala kanker yang tidak spesifik. Belum ada satu gejala atau satu pemeriksaan laboratorium atau sebuah penanda yang mewakili kanker stadium dini.

"Misalnya, anggota keluarga Anda pucat, ini belum tentu kanker. Orang anemia juga pucat. Darah haid yang banyak mengucur juga membuat perempuan tampak pucat. Anggota keluarga Anda demam, belum tentu itu kanker. Anda putus cinta beberapa minggu belum move on juga bisa demam. Mahasiswa dinyatakan enggak lulus sidang skripsi juga demam," ulasnya.

Cosphiadi menambahkan, jika seminggu demam bisa jadi karena tifus. Infeksi juga ditandai demam. Dia mengingatkan untuk memahami ritme tubuh. Contoh lain, saat mengalami diare namun tak kunjung sembuh sudah lebih dari seminggu, juga harus curiga. Bisa jadi infeksi usus karena amuba atau bisa jadi usus terkena kanker.

Kasus lainnya, pasien mual dan merasakan nyeri di ulu hati bagian atas. Dua minggu diobati tapi belum pulih. Jangan hanya berpikir ini mag. "Siapa tahu itu batu empedu, radang pankreas, atau ada masa tumor di pankreas. Anda pilek dan mengalami gangguan pendengaran, diobati seminggu enggak sembuh-sembuh. Jangan sepelekan. Siapa tahu radang leher yang menjelma menjadi tumor," ujar Cosphiadi yang mengingatkan saat ada kejadian tak lazim di tubuh segera ke dokter, dan pikirkan banyak kemungkinan

 

AURA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."