Gaya Hidup Tak Sehat Bikin Generasi O Gampang Sakit

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Yayuk Widiyarti

google-image
Ilustrasi wanita sakit kepala meningitis. shutterstock.com

Ilustrasi wanita sakit kepala meningitis. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 yang baru saja dirilis oleh Kementerian Kesehatan menemukan bahwa prevalensi penyakit tidak menular seperti stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi mengalami kenaikan dibandingkan dengan Riskesdas 2013.

Prevelensi stroke naik dari 7 persen menjadi 10,9 persen. Penyakit ginjal kronis naik dari 2 menjadi 3,8 persen. Begitu pula dengan hasil pemeriksaan gula darah, jumlah penderita diabetes melitus naik dari 6,9 menjadi 8,5 persen. Kenaikan tertinggi terjadi pada penderita hipertensi yang melonjak dari 25,8 menjadi 34,1 persen.

Baca juga:
Sering Sakit Kepala karena Lapar, Kenali Gejala dan Penyebabnya 
Waspadalah, 5 Tanda Ini Bisa Jadi Indikator Penyakit Jantung

Kenaikan prevelensi penyakit tidak menular ini pun tak lepas dari pola hidup yang seperti dilakukan oleh para Generasi O, yaitu merokok, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan jarang mengonsumsi buah dan sayur. Generasi O yaitu generasi yang terlalu banyak bekerja dan terlalu banyak makan tidak sehat sehingga menyebabkan kegemukan dan obesitas, serta overwhelmed yang hidupnya semakin kewalahan sehingga menyebabkan stres.

Di samping itu, gaya hidup tak sehat dan jarang bergerak serta banyak mengonsumsi berbagai makanan tak sehat ikut menyumbang naiknya proporsi obesitas pada dewasa (overweight). Sejak 2007, jumlah populasi yang mengalami obesitas hanya 10,5 persen, kemudian naik menjadi 14,8 persen pada 2013 dan pada 2018 ini jumlahnya melompak ke angka 21,8 persen.

Dwi Sutarjantono, pengamat gaya hidup, mengatakan perubahan pola perilaku tersebut tak lepas dari gaya hidup modern yang serbateknologi serta semakin masifnya perkembangan media sosial. Hal ini membuat mereka terpacu untuk mencapai sesuatu untuk dipamerkan di media sosial, untuk kemudian mereka pamerkan kembali kesenangan tersebut di media sosial.

Misalnya saja, hanya sekadar untuk berfoto di depan ikon lokasi wisata, baik di dalam maupun luar negeri, menikmati berbagai kuliner dengan memotret menu tersebut sebelum dimakan, membeli barang-barang bermerek untuk dipamerkan di media sosial, dan lainnya.

“Ini membuat mereka seolah hidup untuk dunia maya. Ada permasalahan identitas yang kerap dialami akibat perkembangan media sosial ini,” tuturnya.

Akibatnya, generasi tersebut akan sangat ambisus dan terpacu dalam meraih keinginannya sehingga apapun akan dilakukan. Terlebih mereka juga sangat menyukai tantangan baru, bekerja cepat, dan ambisius dalam meraih keinginannya.

Ilustrasi sakit. Shutterstock

Namun di sisi lain, semangat tersebut justru membawa mereka pada kondisi kelelahan, baik secara fisik maupun mental. Belum lagi ketatnya persaingan sehingga dapat memicu stres.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Generasi O ini cenderung memilih cara yang instan untuk menyelesaikan masalahnya. Misalnya saja, dengan bekerja hingga larut malam, mengonsumsi makanan cepat saji, apalagi dengan banyaknya kemudahan yang ditawarkan ojek online, sehingga semakin mudah memesan makanan tanpa harus bergerak, bahkan di malam hari.

Di samping itu, Generasi O ini pun terlalu menyibukkan dirinya dengan gawai dan berada pada posisi yang sama dalam waktu berjam-jam atau tidak banyak bergerak.

“Tanpa disadari kebiasaan tersebut justru memunculkan berbagai penyakit baru,” ungkapnya.

Memang, sambungnya, saat ini sudah banyak Generasi O yang memahami pentingnya pola hidup sehat. Sayangnya, pemahaman tersebut belum diimplementasikan sebagai pola hidup sehari-hari, hanya sekadar mengikuti tren untuk dipamerkan di media sosial.

Sementara itu, Grace Joselini, dokter Timnas Sepakbola Wanita Indonesia Asian Games 2018, mengatakan rutinitas kelebihan beban kerja hingga kelelahan, konsumsi makanan berlebih dan tak sehat, serta minimnya aktivitas fisik berisiko menimbulkan berbagai penyakit tidak menular, seperti diabetes, stroke, jantung, dan hipertensi.

Secara jangka pendek, para Generasi O rentan terserang virus dan infeksi yang membuatnya lebih mudah sakit sebab imunitas dalam tubuh berkurang. Menurutnya, kebiasaan Generasi O yang senang duduk berlama-lama di belakang meja tanpa diselingi aktivitas fisik ternyata sama bahayanya dengan merokok.

“Duduk yang sangat lama dan lebih dari dua jam sehari akan berdampak buruk secara jangka panjang. Istilahnya yaitu sitting is the new smoking,” ujarnya.

Grace menjelaskan duduk yang terlalu lama dapat memperlambat kinerja hormon insulin sehingga menghambat peredaran darah yang berakibat pada penyempitan pembuluh darah. Secara jangka panjang, efeknya akan sama seperti risiko penyakit orang yang merokok.

Artikel lain:
Masih Muda tapi Sering Nyeri Punggung, Cermati Kebiasaan Berikut 

“Jadi, buat apa kalau kita bisa punya uang banyak, kerja terus menerus tapi kondisi badan justru tidak sehat,” tuturnya

Untuk itulah, penting bagi Generasi O meluangkan waktu minimal 30 menit per hari untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang. Langkah awalnya bisa dengan melakukan olahraga dasar seperti jogging, jalan cepat, dan lari.

Di samping itu, bisa juga menyelipkan aktivitas fisik ringan dalam rutinitas kerja seperti lakukan peregangan, bergerak untuk mengambil minuman, naik turun tangga, hingga berjalan kaki selama 10 menit.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mengontrol pola makan secara perlahan. Jika biasanya cemilannya gorengan semua, bisa diganti setengah dengan buah dan makanan sehat. Lakukan pelan-pelan hingga akhirnya menjadi kebiasaan dan pola hidup harian.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."