Sebab Selingkuh Itu Menyenangkan dan Bikin Kecanduan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi selingkuh. aklat.net

Ilustrasi selingkuh. aklat.net

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Perselingkuhan adalah tantangan dalam menjalin hubungan. Terlepas apakah masih berpacaran atau sudah menikah, tentu saja selingkuh bikin pasangan sakit hati. Kendati sudah jelas menyakiti pasangan, ada saja orang yang tak kunjung jera melakukan perselingkuhan. Apakah selingkuh itu bikin ketagihan?

Baca juga:
Zodiak yang Berpotensi Selingkuh Paling Tinggi
Sebab Pelakor Lebih Dibenci dari Suami Selingkuh, Tiada Ampun

Konselor dan terapis di Biro Konsultasi Westaria, Anggia Chrisanti mengatakan jika seseorang memiliki pengalaman berselingkuh yang menyenangkan, maka timbullah persepsi bahwa selingkuh itu membuat bahagia dan dia berpotensi melakukannya lagi. "Jika seseorang menganggap selinguh sebagai jalan keluar dari kejenuhan dan masalahnya dalam hubungan resmi, maka dia akan mengulangi perilaku itu lagi," kata Anggia Chrisanti.

Pengalaman positif dari berselingkuh tidak hanya memunculkan persepsi, namun juga memunculkan hormon dopamin di dalam otak. "Ketika seseorang merasa bahagia, rileks, dan nyaman saat berselingkuh, maka hormon dopamin atau hormon yang menyebabkan sifat kecanduan juga keluar di dalam otak," ucapnya.

American Psychological Association’s di Washington DC melakukan riset terkait perselingkuhan terhadap 484 orang berusia 18-35 tahun, yang telah menjalin hubungan selama 5 tahun. Hasilnya, sebanyak 30 persen responden mengaku pernah berselingkuh. Bahkan lebih dari setengahnya menyatakan mereka berselingkuh tidak cuma sekali.

Artikel terkait:
Suami yang Berselingkuh, Umumnya Akan Kembali ke Keluarga

Jika sudah kecanduan, apakah perilaku selingkuh ini bisa dihentikan? Anggia Chrisanti mengatakan perilaku bisa diubah lewat emosi. Menurut teori emosi, orang yang melakukan tindakan negatif umumnya didasari oleh emosi yang negatif pula. Sebab itu, dia menyarankan jika ingin membuat seseorang berhenti melakukan sesuatu maka ubahlah emosinya.

"Misalnya dengan bertanya apa yang kamu rasakan saat berselingkuh? Apa yang terjadi jika kamu berada di posisi pasangan kamu? Apakah orang tua kamu dulu pernah berselingkuh hingga membuat kamu sakit hati? Digali terus emosinya hingga emosi negatif berubah menjadi positif," katanya. "Ketika emosi sudah positif maka pemahaman menjadi positif, dan perilaku juga akan berubah positif."

AURA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."