Pernikahan Anak Masih Tinggi, Perempuan Sebaiknya Menikah di Usia Minimal 21 Tahun

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Mitra Tarigan

google-image
Ilustrasi pasangan merencanakan pernikahan. shutterstock.com

Ilustrasi pasangan merencanakan pernikahan. shutterstock.com

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Usia perkawinan dan kehamilan yang tepat sangat dibutuhkan untuk mempertimbangkan kesehatan fisik dan psikis seseorang. Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati mengajak kaum remaja untuk menikah pada usia yang sudah matang, yakni perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.

Maria mengungkapkan, berdasarkan hasil Pendataan Keluarga 2021 (PK-22) di Jawa Timur kelompok usia 13-24 tahun sebanyak 6.137.689 jiwa. Mengingat jumlahnya yang begitu banyak, dia pun mengimbau kepada pada orang tua yang memiliki anak remaja agar memberikan pengasuhan dan pengawasan yang optimal dan mememberikan informasi yang benar terutama terkait kesehatan reproduksi. “Bagi remaja agar memiliki perencanaan yang matang sebelum memutuskan untuk menikah. Hati-hati bergaul, bijaklah dalam menggunakan media sosial dan jaga diri baik-baik jangan rusak masa depan yang masih panjang,” kata Maria pada 6 Januari 2022. 

Menurut Maria, Undang Undang Perkawinan nomor 16 Tahun 2019 mengatur usia minimal menikah adalah 19 tahun baik untuk pria maupun wanita. Namun berdasarkan data dari Pengadian Tinggi Agama Surabaya, pengajuan dispensasi kawin (Diska) di Jawa Timur periode Januari-November 2022 masih cukup tinggi yakni mencapai 14.409 pengajuan. 

Dispensasi kawin tertinggi ada di Pengadilan Agama (PA) Malang sebanyak 1.310 perkara, diikuti oleh Pengadilan Agama Jember 1.257 perkara dan Pengadilan Agama Kraksaan 1.086 perkara. Masih tingginya angka Dispensasi Perkawinan di Jawa Timur ini, kata Maria, menunjukkan masih tingginya pernikahan anak dan patut menjadi perhatian semua pihak karena pernikahan usia anak merupakan salah satu faktor penyebab stunting. “Bagi masyarakat marilah meningkatkan kontrol sosial di wilayah masing-masing, jaga anak-anak kita dari berbagai kemungkinan buruk yang mengancam mereka. Bagi stake holder terkait marilah kita bersinergi, berbagi peran untuk mencegah perkawinan anak di Jawa Timur,” katanya.

Ia mengingatkan perkawinan dan kehamilan pada usia anak atau remaja memicu berbagai masalah seperti kematian ibu dan bayi, stunting, kemiskinan, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang biasanya berakhir pada perceraian.

Sebelumnya Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo, menjelaskan bahwa pernikahan anak memperbesar kematian ibu dan bayi. Anak yang ditinggalkan oleh ibu memiliki peluang lebih besar terkena stunting karena kurang pengasuhan dan kasih sayang yang cukup. Stunting yang terjadi akibat pengasuhan yang baik disebabkan emosi maupun fisik.

Dari sisi mental emosional, anak dapat dikatakan belum mampu dan siap menghadapi berbagai risiko dalam berumah tangga karena berada pada usia yang butuh banyak waktu untuk bermain dan belajar. Sedangkan dari sisi kesehatan secara fisik bagi perempuan, tubuh anak usia di bawah 19 tahun masih mengalami pertumbuhan, terutama pada bagian rahim. Apabila anak sudah kawin pada rentang usia tersebut, potensi terkena kanker mulut rahim akan membesar. 

Baca: Kaleidoskop 2022: 10 Artis yang Menikah di Tahun Ini

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."