Rekomendasi Terbaru dari IDAI untuk Vaksinasi Covid-19 Anak-anak

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Petugas menyuntik vaksin Covid-19 Sinovac pada murid SD kelas 1 berumur 7 tahun di Taman Dewi Sartika, Bandung, Jawa Barat, 16 Desember 2021. Kota Bandung membutuhkan sekitar 500.000 dosis vaksin untuk sedikitnya 250.000 murid SD/MI berusia antara 6-11 tahun. Sebanyak 8,9 juta anak di 115 kota dan kabupaten menjadi sasaran vaksinasi anak tahap pertama usia sekolah dasar. TEMPO/Prima Mulia

Petugas menyuntik vaksin Covid-19 Sinovac pada murid SD kelas 1 berumur 7 tahun di Taman Dewi Sartika, Bandung, Jawa Barat, 16 Desember 2021. Kota Bandung membutuhkan sekitar 500.000 dosis vaksin untuk sedikitnya 250.000 murid SD/MI berusia antara 6-11 tahun. Sebanyak 8,9 juta anak di 115 kota dan kabupaten menjadi sasaran vaksinasi anak tahap pertama usia sekolah dasar. TEMPO/Prima Mulia

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan rekomendasi terbaru untuk vaksinasi COVID-19 anak usia 6-11 tahun per 16 Desember 2021.

“Ada beberapa perubahan terkait dengan beberapa penemuan atau hasil diskusi dengan banyak pihak. Dari rekomendasi sebelumnya, yaitu yang bulan November, pemutakhiran 16 Desember ini ada beberapa perubahan,” kata Ketua Umum IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) saat konferensi pers virtual, Jumat, 17 Desember 2021.

Saat ini, IDAI merekomendasikan anak dengan penyakit kormobid seperti kondisi kronis yang stabil boleh diberikan imunisasi setelah mendapat rekomendasi dari dokter yang merawatnya. Menurut IDAI, mereka mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami komplikasi jika terinfeksi COVID-19.

“Di lapangan, itu anak-anak dengan kondisi yang kronis seringkali ditolak, tapi IDAI justru menguatkan bahwa anak-anak dengan kronis tapi stabil, misalnya penyakit jantung bawaan tapi dia kondisinya stabil, diabetes melitus tapi gula darahnya terkontrol, atau kondisi autoiumun terkontrol, yang seperti ini justru harus mendapatkan vaksinasi karena kalau mereka kena COVID-19 risikonya lebih tinggi,” terang Piprim.

Selain itu, anak yang telah sembuh dari COVID-19, termasuk yang mengalami long COVID-19, perlu dilakukan vaksinasi COVID-19.

Namun pada anak yang menderita COVID-19 derajat berat atau MIS-C (Multi System Inflammantory Syndrome in Children), maka pemberian vaksinasi COVID-19 ditunda 3 bulan, sementara pada derajat ringan hingga sedang dapat ditunda 1 bulan.

IDAI juga merekomendasikan anak dengan kebutuhan khusus, anak dengan gangguan perkembangan dan perilaku, dan anak di panti asuhan/perlindungan perlu mendapat vaksinasi COVID-19 melalui pendekatan khusus untuk pelaksanaannya.

Terakhir, jika sebelumnya jarak pemberian vaksin COVID-19 dengan vaksin lainnya minimal 4 minggu, kini IDAI merekomendasikan minimal 2 minggu.

“Karena vaksin COVID-19 seperti Sinovac, Coronavac, atau vaksin biofarma, termasuk vaksin mati, maka tidak masalah dengan jarak 2 minggu,” kata Piprim.

Tenaga kesehatan menyuntikan vaksin COVID-19 ke murid sekolah dasar (SD) di SDN 03 Rawa Buntu, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa 14 Desember 2021. Pemerintah lewat Kementerian kesehatan mulai memberikan vaksinasi COVID-19 untuk anak usia 6 - 11 tahun, untuk tahap pertama sebanyak 106 Kabupaten/Kota di 11 Provinsi yang akan melakukan vaksinasi untuk anak. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Ketua Satgas Imunisasi IDAI Prof Dr dr Hartono Gunardi, SpA(K) mengatakan program vaksinasi Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) sebaiknya dilakukan terlebih dahulu. Namun apabila sekolah telah mendatangkan vaksin COVID-19, maka tidak masalah anak diberikan vaksin COVID-19 terlebih dahulu dan setelah 2 minggu kemudian dilakukan imunisasi BIAS.

“Atau kalau misalnya di daerah yang masih menunggu vaksin COVID-19-nya datang, silakan imunisasi BIAS terlebih dahulu, baru setelah itu diberikan vaksinasi COVID-19,” sambung Hartono.

Piprim menegaskan bahwa imunisasi kejar juga sangat penting dilakukan karena dapat mencegah penyakit-penyakit yang lebih berbahaya, terutama apabila penurunan cakupan vaksinasi berada di bawah 60 persen maka dapat menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) timbul kembali.

“Difteri contohnya, dari 30.000 kasus yang terkena difteri yang meninggal 3.000, jadi sekitar 10 persen case fatality rate-nya, sedangkan COVID-19 ini 1 persen,” ujarnya.

Sementara itu, IDAI juga menggarisbawahi beberapa penyakit yang diperlukan perhatian khusus sebelum anak melakukan vaksinasi COVID-19 dengan catatan pertimbangan dari dokter terlebih dahulu dan imunisasi dilakukan di rumah sakit, di antaranya:

- Defisiensi imun primer, penyakit autoimun tidak terkontrol

- Anak kanker yang sedang menjalani kemoterapi/radioterapi

- Demam 37,50 C atau lebih

- Penyakit-penyakit kronik atau kelainan kongenital belum terkendali

- Diabetes melitus belum terkendali, insufisiensi adrenal seperti HAK (Hiperplasia Adrenal Kongenital), penyakit Addison

- Gangguan perdarahan seperti hemofilia

- Pasien transplantasi hati dan ginjal

- Reaksi alergi berat seperti sesak napas, urtikaria general

Sementara berikut ini sejumlah kontraindikasi atau kondisi yang dilarang untuk diberikan vaksinasi COVID-19 pada anak:

- Reaksi anafilaksis karena komponen vaksin pada pemberian vaksinasi sebelumnya

- Penyakit Sindrom Guillain-Barre, mielitis transversaacute demyelinating encephalomyelitis

- Sedang mendapat pengobatan imunosupresan/sitostatika berat

- Dalam 7 hari terakhir anak dirawat di rumah sakit, atau mengalami kegawatan seperti sesak napas, kejang, tidak sadar, berdebar-debar, perdarahan, hipertensi, tremor hebat

Selain memperhatikan sederet panduan dari IDAI, jangan lupa dampingi buah hati saat vaksinasi COVID-19 ya, ayah ibu. Kehadiran Anda bisa menjadi penyemangat bagi mereka.

Baca juga: Jangan Khawatir Jika Kamu Terlambat Vaksin COVID-19 Kedua, Simak Alasannya 

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."