Asyiknya Gowes Sepeda Berkebaya Bareng Komunitas Diajeng Semarang

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Ecka Pramita

google-image
Komunitas Diajeng Semarang menggelar gowes berkebaya sebagai upaya edukasi mengenalkan budaya sambil olahraga/Foto: Komunitas Diajeng Semarang

Komunitas Diajeng Semarang menggelar gowes berkebaya sebagai upaya edukasi mengenalkan budaya sambil olahraga/Foto: Komunitas Diajeng Semarang

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Apakah kamu terbayang saat mengenakan kebaya seraya bersepeda? Nah, sebelum kamu membayangkan agaknya kamu mesti berkenalan dulu dengan Komunitas Diajeng Semarang (KDS). Komunitas ini mengedukasi masyarakat khususnya kaum perempuan untuk tidak melupakan kebaya sebagai pakaian budaya tradisional yang patut dibanggakan.

Salah satu caranya dengan menggelar kegiatan gowes sepeda berkebaya sebagai cara mengedukasi masyarakat pada Minggu 14 November 2021. Sebanyak 200 peserta mengenakan kebaya aneka model dan warna sambil menaiki sepeda masing-masing.

Founder Komunitas Diajeng Semarang Maya Dewi mengatakan awal mula tercetus ide ialah saat beberapa anggota KDS mulai intens bersepeda baik sendiri atau berbarengan dengan komunitas sepeda.

"Ada euforia bersepeda meningkat tajam di masa pandemi, kenapa enggak kita pakai euforia tersebut untuk kegiatan yang positif. Kami memanfaatkan euforia itu sebagai media edukasi budaya," ucapnya saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu 17 November 2021.

Maya melanjutkan, mengapa tidak menghidupkan dan mengawinkan olahraga gowes dengan aktivitas budaya. Bukankah ide itu menarik untuk para generasi milenial mengenal budaya mereka.

"Kami ingin generasi muda punya pandangan yang positif dulu soal kebaya yang bisa dikenakan lebih kekinian, modelnya fleksibel, dan bisa dikenakan dalam berbagai acara. Mereka juga akan terinspirasi dengan melihat kebaya yang dikenakan dengan cara gowes sepeda," paparnya. 

Komunitas Diajeng Semarang menggelar gowes berkebaya sebagai upaya edukasi mengenalkan budaya sambil olahraga/Foto: Komunitas Diajeng Semarang

Tak dinyana, animo masyarakat setempat sangat luar biasa. Menurut Maya, sayangnya mereka hanya fokus pada pemenuhan kuota 200 peserta sesuai dengan syarat PPKM yang tidak bisa banyak berkerumun dalam sebuah acara.

"Tetapi begitu dibuka pendaftaran langsung full boked. Bahkan para pendaftar hampir setiap hari menghubungi panitia secara kolektif. Kalau tidak dibatasi bisa sampai 400-an peserta lebih sepertinya. Rasanya bersyukur dengan besarnya antusiasme masyarakat yang ingin bergabung," tambah dia. 

Lantas bagaimana dengan keamanan para peserta? Maya menegaskan tetap mengutamakan keamanan atau safety first, disarankan konsepnya atasan kebaya dan bawahannya celana panjang. Kalau pun ada yang mengenakan kain batik sebagai atribut tambahan mereka tidak melarang selagi aman dan nyaman.

Harapan ke depan, Maya bersama KDS ingin agar semakin banyak pihak yang terinspirasi dengan kegiatan tersebut. "Oh jadi untuk melestarikan bisa dengan cara yang sederhana, salah satunya dengan bersepeda."

Acara gowes berkebaya dimulai pukul 6 pagi start dari Tugu Soekarno Polder Semarang dan finish di Grand Maerakaca dengan durasi waktu kurang lebih satu jam berjarak delapan kilometer, per kelompok dibagi 25 orang agar tidak berbarengan. Sampai di tujuan, peserta akan disuguhkan cultural show berupa penampilan fashion kebaya dari anggota KDS junior yakni mahasiswi dari perguruan tinggi di Semarang.

Berbicara mengenai komunitas, Maya mengungkap bisa dibilang KDS cukup kreatif memanfaatkan momen terkait kampanye budaya, sebelumnya dengan event 1000 perempuan berjarik.

"Kami cukup peka dan dinamis untuk menangkap hal trending dan hype yang bisa dipakai untuk edukasi. Nanti tanggal 3 Desember KDS akan tampil di acara melukis payung, kami akan menampilkan pertunjukan budaya yang mengombinasikan menari, teater, dan jembrengan," pungkas Maya. 

Baca: Krisdayanti Anggun Berkebaya di Peluncuran Buku Terbaru Guntur Soekarnoputra

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."