Cacingan Juga Bisa Dialami Orang Dewasa, Berikut Gejalanya

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi wanita memegang perut. Pixabay.com/Natasya Gepp

Ilustrasi wanita memegang perut. Pixabay.com/Natasya Gepp

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta -  Risiko cacingan juga berlaku pada orang dewasa, tak hanya pada anak-anak. Kondisi ini terjadi ketika ada cacing parasit yang ada di usus. Bentuknya bisa berupa cacing pipih dan cacing gelang, bergantung pada jenis cacing apa yang menginfeksi.

Gejala cacingan pada orang dewasa umumnya diawali dengan diare serta rasa gatal di sekitar rektum (usus besar) atau vulva (bagian terluar atau gerbang vagina). Namun pada beberapa orang, gejala cacingan pada orang dewasa bisa tidak terasa sama sekali.

Meski begitu jangan menyepelekan cacingan terlebih pada penderita masalah kekebalan tubuh dan orang lanjut usia atau lansia karena dapat menyebabkan komplikasi.

Beberapa gejala cacingan pada orang dewasa yang umum dirasakan di antaranya nyeri perut, diare, mual, muntah, kembung, lemas, berat badan turun drastis, darah di feses, serta gatal dan ruam di sekitar rektum/vulva.

Selain itu, orang yang mengalami cacingan juga bisa menderita disentri. Ciri-ciri disentri adalah saat penderitanya mengalami diare yang mengeluarkan darah.

Hal yang paling banyak menyebabkan cacingan adalah mengonsumsi makanan yang belum benar-benar matang seperti makan daging mentah atau dari sumber protein hewani lainnya.

Selain itu, beberapa penyebab cacingan lain adalah konsumsi air yang terkontaminasi, konsumsi tanah yang terkontaminasi, kontak dengan feses yang terkontaminasi atau sanitasi dan kebersihan buruk. 

Ketika seseorang mengonsumsi substansi yang terkontaminasi, maka parasit akan masuk ke dalam usus. Tak hanya itu, parasit ini juga akan bereproduksi dan bertumbuh di dalam usus.

Ketika ukuran cacing semakin banyak dan besar, gejala cacingan pada orang dewasa biasanya mulai muncul. Menurut World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia, setidaknya 10% orang yang tinggal di negara berkembang rentan terkena cacingan.

Hal itu berkaitan dengan tingginya kemungkinan minum air dari sumber yang terkontaminasi. Ditambah lagi dengan sistem sanitasi di beberapa negara berkembang yang masih buruk.

Pada tempat dengan sanitasi buruk, anak-anak paling rentan mengalami cacingan. Mereka bisa menyentuh pasir yang terkontaminasi saat bermain dan tanpa sengaja memasukkan tangan ke mulut tanpa mencucinya terlebih dahulu. Jadi, perkenalkan budaya mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun sejak usia dini.

Ketika muncul gejala cacingan pada orang dewasa, segera konsultasikan pada dokter. Gejala seperti munculnya darah di feses, muntah berkali-kali, suhu tubuh naik, hingga dehidrasi berat harus segera mendapatkan penanganan medis.

Umumnya, dokter akan mengambil beberapa sampel feses untuk mengetahui apakah ada parasit dalam tubuh orang yang mengalami gejalanya.

Selain itu, ada juga tes yang disebut “Scotch tape” yaitu mengaplikasikan selotip ke anus beberapa kali. Tujuannya untuk tahu apakah ada telur dari cacing kremi yang bisa dilihat lewat mikroskop. 

Apabila tidak terdeteksi telur atau cacing, dokter akan meminta pemeriksaan darah untuk tahu apakah ada reaksi antibodi karena terinfeksi parasit. Selain itu, dokter juga akan melakukan tes pemindaian dengan X-Ray atau CT-scan bergantung pada kondisi pasien.

Bergantung pada gejala cacingan pada orang dewasa yang terjadi, dokter akan memberikan beberapa opsi untuk mengatasinya. Beberapa perawatan yang umum diberikan adalah pemberian obat berjenis mebendazole dan albendazole.

Berbeda jenis parasit yang menginfeksi tubuh, berbeda pula jenis obat yang diberikan. Setelah mengonsumsi obat beberapa minggu, gejala cacingan pada orang dewasa akan membaik. Dokter bisa meminta pasien datang kembali untuk memastikan infeksi cacing sudah sembuh.

SEHATQ

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."