Sederet Alasan Nikah Muda Perlu Dipikir Ulang dari Psikolog

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
ilustrasi pernikahan muda (pixabay.com)

ilustrasi pernikahan muda (pixabay.com)

IKLAN

CANTIKA.COM, JAKARTA - Nikah muda kerap dilakukan belakangan ini. Beragam pertimbangannya di antaranya tak ingin lama-lama berpacaran hingga ingin jarak usia tak terlalu jauh dengan keturunannya nanti. Namun di sisi lain, pilihan tersebut bisa berisiko dari segi kelanggengan.

Sebuah studi baru seperti dilansir dari laman Times, Jumat, 6 Maret 2020 disarankan menikah antara usia 28-32 tahun jika mereka tidak ingin bercerai, setidaknya dalam lima tahun pertama.

Penelitian yang dilakukan oleh Nick Wolfinger, sosiolog di Universitas Utah, Amerika Serikat dan diterbitkan oleh Institut Studi Family ini menunjukkan bahwa orang yang menikah antara 28 dan 32 rentan berpisah paling tidak di tahun-tahun berikutnya. 

"Peluang perceraian menurun seiring bertambahnya usia dari masa remaja Anda hingga akhir dua puluhan dan awal tiga puluhan," tulisnya. 

Lebih lanjut ia menjabarkan, "Setelah itu, peluang perceraian naik lagi saat Anda memasuki usia akhir tiga puluhan dan awal empat puluhan. Untuk setiap tahun setelah sekitar 32, peluang perceraian naik sekitar 5%."

Hasil penelitian di atas bukan tanpa alasan, sebab menurut Psikolog Klinis Pingkan Rumondor menikah memang butuh usia yang optimal, jika terlalu muda juga tidak disarankan.

"Kalau saya lebih pro nikah di usia di atas 22 tahun ke atas, kalau bisa sudah melanjutkan pendidikan dulu. Dari sisi psikologis umur 19 kan masih masuk usia remaja akhir, jadi baru mau bisa berpikir jangka panjang," kata Pingkan dalam acara Kampanye #SpeakUpForLove Suarakan Isi Hati Dalam Memilih dan Memperjuangkan Cinta di Jakarta, Kamis 5 Maret 2020

Merujuk hasil riset yang pernah Pingkan pahami bahwa pasangan disarankan menikah di usia 25-30 tahun. Dalam usia tersebut mereka sudah melewati masa dewasa awal.

Akan lebih baik, Pingkan menyarankan, ketika orang tersebut sudah siap terlebih dahulu, seperti sudah bisa mengambil keputusan jangka panjang.

"Pernikahan kan bukan akhir sebuah hubungan, tapi awal kehidupan baru yang ke depan akan banyak masalah ya. Lebih optimal menikah jika secara fisik maupun mental sudah siap," saran Pingkan.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."