Kisah di Balik Gaun Ulos Indigo Rancangan Athan Siahaan

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Gaun ulos karya Athan Siahaan yang diperagakan di Festival Payung Indonesia di Candi Prambanan, Ahad (8/9).TEMPO/Muh Syaifullah

Gaun ulos karya Athan Siahaan yang diperagakan di Festival Payung Indonesia di Candi Prambanan, Ahad (8/9).TEMPO/Muh Syaifullah

IKLAN

CANTIKA.COM, Yogyakarta - Selain tenun dan batik, ulos  kian diminati para desainer, salah satu contohnya desainer Athan Siahaan. Ia sering mengeksplorasi kain khas daerah di seluruh Indonesia untuk dijadikan fashion yang elegan. Salah satu bahan untuk kreasi ciptaannya adalah ulos khas Batak.

Pada event Festival Payung Indonesia (FPI) di kompleks Candi Prambanan, Ahad, 8 September 2019, ia menampilkan karya berbahan ulos dengan warna indigo atau dominan warna biru. Perpaduan warna ini sangat cocok dengan suasana Candi Prambanan yang sakral.

Kain yang biasa disebut haen ini biasanya digunakan di acara kematian. Dengan eksplorasi, ulos indigo (indigofera) menjadi fashion yang elegan.

“Setelah saya mencari informasi, saya berani mengangkat motif ini menjadi sebuah pakaian yang Athan Brand dan ready to wear,” kata Athan di Candi Prambanan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menurut ia, orang batak menggunakan ulos untuk upacara adat yang sakral, mereka telah menggunakan ulos sebagai kain. Selain itu, ulos dipakai juga sebagai selimut.

Ia berani mengeksplorasi kain ulos dijadikan bahan fashion yang tidak menyalahi pakem penggunaannya secara sakral. Karena ia tidak menggunakan sirat atau hiasan pengikat rambu ulos.

“Saya tidak menggunakan sirat dalam koleksi ini. Kalau ulos disebut sakral dalam adat istiadat itu harus penuh dengan siratnya. Dalam koleksi ini saya tidak menggunakan sirat, tidak menggunakan salah satu bagian badan ulos,” kata Athan.

Ia mengaku berani mengeksplor motif ulos indigo yang warnanya lebih gelap karena ternyata bisa menjadi karya yang fashionable. Ia menyebut karya ini dengan nama sibolang. Ini motif sibolang.

Ulos ini, kata dia lebih dominan warna biru. Pewarnanya bukan dari bahan kimia. Namun dari bahan alami yaitu tumbuhan indigofera. Pembuat kain ulos mewarnai dengan pewarna alam. Tanaman indigofera menghasilkan warna biru.

“Pewarnanya pewarna alam dan ditenun dengan tangan, tanpa menggunakan mesin. Kainnya juga dibuat dari kapas dan dipintal menjadi sebuah karya dengan kain motif ini (sibolang),” ungkap Athan.

Untuk kali ini, karya yang ditampilkan di Candi Prambanan dia sebut dengan The Mistical of Sibolang. Karya-karya yang ditampilkan menggambarkan sesuatu yang mistis dalam balutan fashion yang sangat elegan dan menarik. “Pokoknya keren,” ucap dia.

Athan Siahaan dan sejumlah karyanya yang diperagakan di Festival Payung Indonesia di Candi Prambanan, Ahad (8/9). TEMPO/Muh Syaifullah

Ada beberapa tambahan saat para model menampilkan karyanya. Yaitu ditambah dengan payung sesuai dengan tema acara “Festival Payung Indonesia".

“Kalau baju saya diproduksi dengan mesin, tidak nyambung dengan baju (karya) saya. Sementara baju saya mengangkat kearifan lokal, misal saya gabungkan dengan caping dan tambah. Itu bisa meningkatkan karya para perajin,” kata Athan.

Ia ikut peragaan busana di Candi Prambanan untuk mengenalkan ulos kepada para pengunjung terutama yang ada di Jawa dan Yogyakarta. Umumnya kalau di Yogyakarta, Solo dan sekitarnya orang mengenal batik. Kini saat dia mengenalkan ulos yang merupakan karya asli Batak kepada mereka.

“Ini koleksi ulos saya yang kelima yang pernah saya pernah saya show di Daerah Istimewa Yogyakarta,” tutur Athan.

Saat fashion show di Candi Prambanan, ia mengeluarkan sepuluh outfit. Saat ditanya harga baju desain karyanya, ia menyebut harga kain ulos per lembar sekitar Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta. Untuk satu outfit bisa membutuhkan delapan lembar.

“Tidak disebutkan nominal pun orang bisa tahu harganya berapa. Belum biaya jahit, desain dan lain-lain, ya Rp 25 juta ke atas,” kata pemilik nama asli Pandapotan Siahaan ini.

Sebelumnya, Athan yang kelahiran 1977 ini juga mengeksplorasi ulos yang warnanya merah. Pewarna kain ulosnya juga dengan bahan alam. Yaitu dengan buah ketapang. Bah ini dimanfaatkan oleh perajin ulos untuk mewarnai benang menjadi merah. “Ulos itu banyak warna,” paparnya.

Dalam Festival Payung Indonesia yang digelar di Candi Prambanan, 6,7 dan 8 September lalu, banyak ditampilkan karya busana dari berbagai daerah bahkan dari luar negeri. Peragawan dan peragawati dibalut dengan pakaian yang menarik dan dipadukan dengan payung tradisi.

Heru Mataya Direktur Program Festival Payung Indonesia 2019 menyatakan fashion show dipadukan dengan payung untuk mengangkat para perajin. Perlu pelestarian payung-payung buatan perajin yang mencerminkan tradisi payung sejak lama.

MUH SYAIFULLAH

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."