Ilustrasi diabetes. Freepik.com

kesehatan

Menjaga Kesehatan Penyandang Diabetes di Masa Pandemi, Minum Saja Tak Cukup

Rabu, 15 Desember 2021 05:30 WIB
Reporter : Cantika.com Editor : Mitra Tarigan

CANTIKA.COM, Jakarta - Pasien diabetes di Indonesia terus meningkat. Hal itu terlihat dari Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional. Pada 2007 persentase penyandang diabetes sebesar 5,7 persen. Jumlah itu pun meningkat menjadi 6,9 persen pada 2013. Lima tahun kemudian, angka itu naik terus menjadi 10,9 persen. Apabila penduduk Indonesia berjumlah 250 juta berarti ada sekitar 25 juta penduduk Indonesia yang mengalami diabetes atau yang biasa disebut diabetesi.

Data juga menyebutkan bahwa proporsi diabetes usia muda di Asia Tenggara lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Di Asia Tenggara didominasi usia paruh baya (40—59 tahun) diikuti usia muda (20—39 tahun). Berbeda dengan di Eropa yang didominasi penduduk usia tua (60—79 tahun). Gambaran klinis pada pasien diabetes melitus di bawah usia 40 tahun di Asia menunjukkan banyak di tipe 2. Kasus ini sering diawali dengan kegemukan serta 80 persen adalah riwayat keluarga.

Ilustrasi diabetes. Freepik.com

Yang menjadi masalah dalam diabetes adalah komplikasinya. Penyandang diabetes bisa mengalami stroke, penyakit kardiovaskular, neuropati diabetik, gangguan ginjal, dan gangguan mata. "Diabetes tipe 2 pada usia muda menimbulkan komplikasi yang lebih agresif, komplikasi pada pembuluh darah kecil dan besar lebih cepat timbulnya, berkurangnya usia harapan hidup, mortalitas lebih nyata dibandingkan populasi umum, mortalitas lebih nyata dibandingkan tipe 1, dan komplikasi pembuluh darah besar lebih lebih nyata dibandingkan tipe 1,” kata dokter spesialis penyakit dalam di Good Doctor Rulli Rosandi dalam keterangan pers yang diterima Cantika pada awal Desember 2021.

Rulli mengatakan luka diabetes paling sering terjadi di kaki. Diabetes paling sering mengenai serabut saraf tipe panjang di bagian kaki. Kulit kaki orang diabetes sering kali kering karena terjadi gangguan saraf otonom yang mengeluarkan keringat. Karena keringatnya tidak keluar, kulit menjadi pecah-pecah sehingga apabila tidak dirawat dengan diberi pelembap dapat menjadi pintu masuk untuk kuman. "Kemudian, kuman berkembang banyak sehingga mulailah luka diabetes. Pengobatannya tergantung tipe lukanya. Jadi, kalau ada luka harus dirawat agar tidak tambah naik," kata Rulli.

Dilansir dari gooddoctor.co.id, sebuah publikasi dari American Diabetes Association tahun 2018 mencatat bagaimana diabetes bertanggung jawab terhadap 50 persen kasus amputasi di Amerika Serikat.

<!--more-->

Perjalanan DM tipe 2 biasanya berupa normal lalu berlanjut ke prediabetes kemudian pasien terdiagnosis DM tipe 2. Kemudian, biasanya pasien akan alami komplikasi, lalu pasien akan alami kecacatan dan kematian. Seperti diabetes yang ada perjalanannya, pencegahannya pun ada tahapannya. Rulli mengatakan untuk prediabetes bisa dilakukan pencegahan primer. Orang yang gula darahnya meningkat, tidak normal lagi, tetapi belum diabetes, ada kemungkinan bisa kembali normal. "Namun, kalau sudah DM tipe 2, maka panahnya ke arah kanan, sangat sulit untuk berbalik ke belakang. Oleh karena itu, lakukan pola hidup sehat dengan mulai berolahraga, kurangi berat badan jika kegemukan, dan perbanyak makan sayuran dan buah-buahan,” katanya.

Hubungan kegemukan dan diabetes sebenarnya sudah dibicarakan sejak 100 tahun lalu dalam The Journal of the American Medical Association 8 Januari 1921. Artikel itu menyatakan bahwa kegemukan merupakan predisposisi untuk diabetes. Jadi, pertahankan berat badan agar tidak meningkat. Rulli menjelaskan peningkatan berat badan merupakan pintu masuk untuk diabetes. "Kalau sudah diabetes, ada kawannya, yaitu hipertensi, kolesterol, dan diabetes. Keempat unsur itu merupakan sindroma metabolik dengan obesitas yang menjadi bosnya. Kalau ada orang diabetes, pasti ada kolesterolnya, kalau ada kolesterolnya pasti tekanan darahnya tinggi. Semuanya berawal dari obesitas atau peningkatan berat badan,” katanya.

Rulli melanjutkan, studi-studi besar telah menunjukkan bahwa pencegahan diabetes dengan memodifikasi gaya hidup. Yakni menjaga asupan makanan dan berolahraga 150 menit per minggu atau 30 menit per hari sudah terbukti efektif. Obat-obatan yang diberikan untuk prediabetes pun kalah dibandingkan dengan gaya hidup yang termonitor, terutama aktivitas fisik. “Aktivitas fisik yang teratur akan memperbaiki resistensi insulin. Resistensi insulin membaik, obesitas menurun. Obesitas menurun, hipertensi menurun, kolesterol menurun, risiko thrombosis menurun, dan peradangan sistemik menurun. Artinya, dengan beraktivitas fisik secara reguler ada banyak manfaat positif yang kita peroleh,” katanya.

Keturunan merupakan salah satu faktor risiko pada diabetes, tetapi tidak bersifat satu gen. Berbeda dengan hemofilia yang diturunkan dari kromosom X ke X. Pola keturunan pada diabetes bersifat poligenik. Jadi, banyak gen yang terlibat, tetapi kita belum bisa mengidentifikasi yang mana yang paling dominan. “Sekalipun ada faktor keturunan, kita yang menentukan apakah faktor keturunan itu jadi bermanifestasi. Artinya, secara gen memang diturunkan, tetapi apabila kita menjaga pola makan yang baik dan berolahraga secara teratur, genetik itu tidak akan terbuka, tetap terkunci, tidak bermanifestasi menjadi diabetes. Itulah yang disebut dengan epigenetik,” ujar Dr. Rulli.

ilustrasi diabetes (pixabay.com)

Pola makan yang baik berarti proporsi yang seimbang antara karbohidrat, lemak, dan protein sehingga berat badan tetap terkontrol. Berbicara mengenai pola makan jadi teringat akan mi instan yang menjadi salah satu makanan favorit orang Indonesia. Data World Instant Noodles Association (WINA) tanggal 11 Mei 2021 menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dalam daftar negara pengonsumsi mi instan terbanyak di dunia. Jumlahnya mencapai 12.640 juta porsi pada tahun 2020.

Dilansir dari gooddoctor.co.id, mi instan mengandung karbohidrat tinggi dan bisa menyebabkan kenaikan gula darah secara cepat. Mi instan juga tinggi sodium. Sodium dapat menaikkan tekanan darah. Apabila diabetesi ingin makan mi instan, maka pilih mi yang berbahan dasar biji-bijian utuh karena secara umum tepung yang menjadi bahan dasar mi instan memiliki indeks pati yang tinggi. Selain itu, jangan memasak mi terlalu lama karena akan mempengaruhi indeks glikemiknya. "Sebaiknya makan sepertiga mangkok saja," katanya.

Baca: Diabetes Penyakit Seumur Hidup, Perhatikan Hal Ini Bila Anak Adalah Diabetesi