5 Pemicu Rendahnya Konsumsi Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Silvy Riana Putri

google-image
Ilustrasi ibu hamil. (Unsplash/Suhyeon Choi)

Ilustrasi ibu hamil. (Unsplash/Suhyeon Choi)

IKLAN

CANTIKA.COM, Jakarta - Anemia defisiensi besi pada ibu hamil merupakan masalah serius di Indonesia. Tidak hanya menempatkan ibu pada risiko kesehatan yang tinggi, tetapi juga menghambat pertumbuhan bayi yang berisiko pada berat badan rendah, prematur, dan stunting.

Selama ini pemerintah melalui Kementerian Kesehatan atau Kemenkes melakukan upaya menangani kasus anemia pada ibu hamil, salah satunya melalui pemberian suplemen zat besi dan asam folat secara rutin selama kehamilan dan periode nifas.

Dalam pelaksanannya, Kemenkes bekerja sama dengan mitra Nutrition International mengimplementasikan program suplementasi zat besi mikro dalam bentuk tablet tambah darah atau TTD untuk mengurangi angka kematian dan dan kesakitan di Indonesia. Program tersebut dimulai di 20 kabupaten di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Country Director Nutrition International Sri Kusyuniati mengatakan selain memberikan bantuan teknis dalam penyediaan zat besi dan asam folat di tingkat kabupaten, pihaknya juga mengadakan pelatihan bagi petugas kesehatan terkait integrasi suplementasi. 

"Selama program berjalan, sayangnya di beberapa daerah masih mengalami tantangan secara teknis baik dari behavior, sosial budaya, dan operasional yang memperlambat kemajuan program tersebut," kata Sri usai konferensi pers Diseminasi Praktik Baik Program Integrasi Zat Gizi Mikro di Provinsi Jawa Timur dan NTT, Selasa, 14 Januari 2020 di Jakarta.

Berikut lima alasan ibu hamil malas minum tablet tambah darah

1. Efek samping

Wanita di tahap awal masa kehamilan sering mengalami gejala anemia seperti pusing, mual, dan kurang nafsu makan. Konsumsi tablet tambah darah membuat mereka tambah merasakan ketidaknyamanan itu. 

"Karena dianggap rasanya yang bikin tidak nyaman dan memicu mual dalam proses kehamilan membuat kepatuhan ibu mengkonsumsi TTD berkurang. Padahal menurut anjuran ibu hamil minum TTD sebanyak 90 butir selama kehamilan," ucap Sri.

Country Director Nutrition International Dr. Sri Kusyuniati ditemui usai konferensi pers Diseminasi Praktik Baik Program Integrasi Zat Gizi Mikro di Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur, di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020. TEMPO/ Eka Wahyu Pramita

2. Kurang dukungan dari keluarga

Studi menunjukkan bahwa komunikasi antar-pribadi dengan anggota keluarga utama seperti suami dan ibu mertua memiliki hubungan positif dengan perawatan kehamilan, peningkatan kebutuhan dan konsumsi TTD.

Beberapa laporan di lapangan menunjukkan, ibu hamil ada yang merasa kurang mendapatkan dukungan dari pasangan atau anggota keluarga lainnya. Dalam beberapa kasus, suami tinggal di kota lain untuk bekerja, sementara ibu hamil tinggal bersama anggota keluarga lainnya.

"Kami sering menyarankan selama memeriksakan kehamilan ibu hamil mengajak pasangannya, agar dalam pelaksanaan konsumsi TTD selalu didukung oleh pasangan. Misalnya mengingatkan sudah waktunya minum TTD," jelas ia.

3. Dukungan terbatas dari sistem kesehatan

Petugas kesehatan di Puskesmas sering mendapat beban kerja yang tinggi dan tugas-tugas yang perlu diprioritaskan. Meskipun program suplementasi zat besi dan asam folat telah dirancang dengan baik, masih ada tantangan dalam proses implementasi.

"Jadi masih ada keterbatasan dari nakes (tenaga kesehatan) untuk mencatat buku pantauan ibu hamil dan kesulitan berkomunikasi dengan intens pada ibu hamil karena beban kerja mereka terlalu banyak. Komunikasi yang kurang tersebut berpengaruh pada konsumsi tablet tambah darah oleh ibu hamil," lanjut Sri.

4. Aspek mitos atau kepercayaan lokal

Beberapa daerah, misalnya di Sampang dan Manggarai Barat, merupakan daerah yang memiliki karakteristik sosial budaya yang unik. Itu menjadi tantangan bagi ibu hamil dalam memanfaatkan layanan kesehatan untuk periksa kehamilan.

"Jadi masih ada mitos tentang layanan pemeriksa kehamilan dan suplementasi zat besi dan asal folat yang membuat masyarakat jadi ragu. Misalnya kalau minum TTD nanti buang air besar jadi warna hitam atau kepercayaan bahwa penyakit adalah takdir," tukas Sri.

5. Akses pelayanan kesehatan

Beberapa daerah program termasuk kategori terpencil dan memiliki akses terbatas menuju layanan kesehatan. Keterbatasan transportasi dan infrastruktur yang tidak memadai di pulau-pulau, perbukitan, membuat ibu hamil semakin sulit mengaksesnya.

Puskesmas diharapkan bisa mendorong kader kesehatan dan masyarakat di desa untuk melaporkan ketika mereka mengetahui ada ibu hamil yang berada di lingkungan mereka.

"Belum lagi tingkat migrasi yang tinggi antarpopulasi membuat mereka sulit mendaftarkan ibu hamil untuk memantau kesehatan secara berkala selama masa kehamilan," ungkap Sri.

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."