Ada Pelakor dan Pebinor, Alasan Pudarnya Cinta Suami Istri

foto-reporter

Reporter

foto-reporter

Editor

Rini Kustiani

google-image
Ilustrasi selingkuh. Shutterstock

Ilustrasi selingkuh. Shutterstock

IKLAN

TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa waktu lalu publik dihebohkan dengan istilah pelakor atau perebut laki orang. Sekarang, muncul lagi yang namanya pebinor atau perebut bini orang. Sejatinya, suami istri sama-sama punya tantangan untuk mempertahankan cinta dan rumah tangga mereka.

Baca juga:
Veronica Tan Digugat Cerai, Masih Ada Cara Pertahankan Cinta

Kehadiran pebinor menunjukkan bukan hanya suami yang mudah goyah pendirian cintanya, namun istri juga punya peluang yang sama. Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Dessy Ilsanty mengatakan kehadiran pelakor atau pebinor tak akan mempan jika suami istri bisa saling membahagiakan.

“Suami istri harus bersatu agar masing-masing bisa memenuhi kebutuhan dan harapan dari pasangannya. Jika harapan dan kebutuhan itu tidak diberikan oleh suami atau istri secara sengaja atau tidak sengaja, maka dia akan mencari ke tempat lain,” kata Dessy Ilsanty kepada Tempo, Selasa 9 Januari 2018.

Ilustrasi pasangan selingkuh. Shutterstock

Masing-masing pasangan, menurut Dessy, harus bisa dan berusaha memenuhi kebutuhan dan permintaan pasangannya. Mereka juga berupaya mempertahankan cinta di kedua pihak. Bila istri atau suami tidak mendapat apa yang dia inginkan dari pasangannya, sebaiknya keduanya bisa berkompromi dengan keadaan itu. Bukan malah mencari orag lain yang sanggup memenuhi kebutuhannya.

Dessy Ilsanty menambahkan, satu hal yang penting dalam hubungan adalah komunikasi. "Supaya pasangannya tahu kekurangannya apa,” ucapnya. Kurangnya komunikasi di antara suami istri menjadi penyebab besar terjadinya perceraian. Hal tersebut juga menjadi pemicu munculnya pelakor atau pebinor dalam pernikahan.

ASTARI PINASTHIKA SAROSA

Iklan

Berita Terkait

Rekomendasi Artikel

"Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini."